Rara Anggraeni
Rara Anggraeni
Regular price
Rp 88.000,00 IDR
Regular price
Sale price
Rp 88.000,00 IDR
Unit price
/
per
Kerajaan Medang telah dibagi menjadi dua wilayah pada pemerintahan Syri Naranatha Prabu Erlanggya. Panjalu yang beribukotakan Daha dan Janggala yang beribukota di Kahuripan. Baru sekian tahun rakyat Daha dan Janggala hidup dalam ketenangan, Jenggala mengalami pergolakan. Hasrat perang perebutan kekuasaan antara putra-putra Prabu Erlanggya, Syri Garaskan dan Lanjung Hêyês, seolah menjadi warisan sekaligus kutukan bagi penguasa setelahnya.
Di bawah penaklukan Syri Naranatha Prabhu Jayabhaya pada tahun Saka 1057, Janggala dikoyak lagi. Kali ini seluruh anak dan keturunan Mapanji Garasakan menjadi target pembersihan besar-besaran. Kekuasaan Prabhu Jayabaya pun melebar hingga mencapai Jambi dan Sêlat Hujung Mêdini. Seruan ‘Panjalu Jayanti’ diteriakkan di mana-mana. Namun, Ibukota Daha dan seluruh Janggala tak lantas menjadi aman. Pertikaian berdarah-darah masih terus terjadi. Dan menantu Syri Naranatha Prabhu Jayabhaya, Mapanji Astradharma tewas karenanya.
Wilayah Janggala sendiri dipasrahkan kepada Prabhu Sarwesywara atau Prabhu Lêmbu Amiluhur, putra ketiga Syri Naranatha Prabhu Jayabhaya. Penguasa baru Janggala ini mengingini tahta Daha kelak diduduki oleh putra sulungnya, Rahadyan Kuda Rawisrêngga. Dikirimkannya utusan yang dipimpin oleh Rakryan Kanuruhan Kudanawarsa untuk mengajukan pinangan terhadap Dyah Ayu Sasi Kirana ke Daha. Pinangan diterima dengan baik. Namun ketika balik dari Daha, Rahadyan Kuda Rawisrêngga terpikat kecantikan Rara Anggraeni, putri dari Rakryan Kanuruhan Kudanawarsa. Namun Patih Kudanawarsa tidak mengingini putrinya hanya sekedar dijadikan sêlir. Rara Anggraeni harus dijadikan seorang paramesywari!
Di bawah penaklukan Syri Naranatha Prabhu Jayabhaya pada tahun Saka 1057, Janggala dikoyak lagi. Kali ini seluruh anak dan keturunan Mapanji Garasakan menjadi target pembersihan besar-besaran. Kekuasaan Prabhu Jayabaya pun melebar hingga mencapai Jambi dan Sêlat Hujung Mêdini. Seruan ‘Panjalu Jayanti’ diteriakkan di mana-mana. Namun, Ibukota Daha dan seluruh Janggala tak lantas menjadi aman. Pertikaian berdarah-darah masih terus terjadi. Dan menantu Syri Naranatha Prabhu Jayabhaya, Mapanji Astradharma tewas karenanya.
Wilayah Janggala sendiri dipasrahkan kepada Prabhu Sarwesywara atau Prabhu Lêmbu Amiluhur, putra ketiga Syri Naranatha Prabhu Jayabhaya. Penguasa baru Janggala ini mengingini tahta Daha kelak diduduki oleh putra sulungnya, Rahadyan Kuda Rawisrêngga. Dikirimkannya utusan yang dipimpin oleh Rakryan Kanuruhan Kudanawarsa untuk mengajukan pinangan terhadap Dyah Ayu Sasi Kirana ke Daha. Pinangan diterima dengan baik. Namun ketika balik dari Daha, Rahadyan Kuda Rawisrêngga terpikat kecantikan Rara Anggraeni, putri dari Rakryan Kanuruhan Kudanawarsa. Namun Patih Kudanawarsa tidak mengingini putrinya hanya sekedar dijadikan sêlir. Rara Anggraeni harus dijadikan seorang paramesywari!